Kamis, 31 Maret 2016

“Cinta Seorang Lelaki”



Berikut ini adalah cerpen mengharukan karya rekan saya Muhammad Razannur, seorang sarjana pertanian lulusan Universitas Almuslim Bireuen - Aceh yang mulai menemukan jati dirinya melalui karya sastra baik puisi, cerpen, maupun kata-kata motivasi. Selamat membaca dan menikmati karya beliau, kritik dan saran dapat langsung di posting di kolom komentar dibawah ini.

--o0o--

Dia adalah pemuda sebatang kara, hidupnya penuh dengan derai air mata hingga senyuman menjadi pelipu laranya. Dalam perjalanannya mencari kerja di sebuah kota, dia bertemu dengan satu keluarga yang tidak ada senyuman maupun canda. Ketika dia tau ternyata dalam keluarga tersebut, seorang istri yang ditinggalkan suaminya, dua orang anak perempuan yang ditinggalkan oleh ayahnya dan seorang ibu yang ditinggal pergi anaknya. Keluraga tersebut kelam dalam air mata, tanpa tawa yang mengisi hari-hari mereka. Pemuda tersebut bernama Rafa dan ia bertemu dengan seorang wanita tua yang juga sebatang kara. Wanita tersebut adalah tetangga dari keluarga yang tak punya lagi imamnya. Rafa mulai merasakan cinta dari seorang ibu yang selama ini belum pernah dicicipinya dan mereka berdua hidup bahagia.

Rafa bekerja pada sebuah restoran yang pemiliknya kini menganggapnya seorang anak. Kebaikan dan kejujuran yang Rafa berikan telah membawa kebahagian untuknya. Setiap hari sabtu dan minggu dia libur kerja dan duduk di rumah menemani ibu angkatnya. Melihat tetangganya yang selalu ribut dan bertengkar setiap harinya. Suara anak kecil menangis sampai suara seorang nenek yang memarahi menantunya. Di teras kamarnya Rafa melihat seorang gadis sedang duduk di samping jendela sambil menatap ke arah jalan. Wajahnya yang kusut dan air mata yang terus berjatuhan. Gadis tersebut bernama Safa, dia adalah seorang mahasiswi di perguruan tinggi di kota tersebut. Safa adalah sosok anak manja dan ceria namun semua itu berubah ketika ayahnya pergi tanpa kabar dan tak kembali sampai sekarang. Rafa terus terbayang-bayang dengan gadis yang memiliki lesung pipi di wajahnya hingga siang dan malam dia memikirkannya. Suatu ketika Rafa mencoba bertamu ke rumah tersebut dan dia pun di sambut manis oleh ibu dari gadis yang berlesung pipi itu.

Bulan demi bulan telah berlalu, Ibu angkat Rafa dan juga Rafa dengan tetangganya telah menjadi sebuah keluarga baru. Hari-hari bahagia mengisi keluarga tersebut, canda dan tawa mewarnai ruang-ruang di rumahnya Safa. Terkecuali Safa, dia tetap menjadi gadis pendiam dan jarang berbicara. Safa memiliki seorang sahabat yang bernama Iman, mereka selalu bersama terutama saat di Kampus. Iman adalah seorang anak dari keluarga yang kaya. Mereka berteman sudah sangat lama dan Iman menyimpan perasaan kepada Safa namun dia tidak ingin merusak persahabatannya. Rafa yang telah menjadi bagian dari keluarga Safa, seakan dia menjadi anak laki-laki dari keluarga tersebut. Kebahagian demi kebahagian terus dia lukiskan untuk keluarga tersebut dan juga kepada ibu angkatnya. Rafa merasakan adanya kesedihan mendalam yang disimpan oleh Safa. Rafa tak pernah melihat adanya senyuman dari wajahnya Safa hingga Rafa datang dan mengganggunya. Saat itulah bermula kedekatan mereka. Rafa selalu menemani Safa saat ia berada di rumah, mereka sudah seperti adik dan abang. Kebahagian terus-menerus ditawarkan oleh Rafa hingga Safa tersenyum juga.

Sejak hari tersebut, Safa selalu tersenyum ceria dan ia merasakan adanya kenyamanan dari pemuda yang telah memberikan pelangi untuk keluarganya. Safa mulai mengaguminya dan diam-diam mencintainya. Waktu terus berjalan dan kebahagian pun terus berdatangan. Akhirnya Rafa sadar jika Safa mencintainya namun gadis tersebut tidak mengetahui jika Rafa telah telah menyadarinya. Air mata Rafa berjatuhan saat cinta tulus hadir dalam hidupnya. Rafa tidak pernah memperlihatkan atau menceritakan kesedihannya kepada orang lain. Rafa terus memberikan kebahagian untuk orang lain dan dia mengubah duka menjadi senyuman. 

Rafa mulai menceritakan pada ibu angkatnya tentang Safa yang mencintainya. Air mata membasahi pipi Rafa saat ia bercerita tentang Safa kepada ibunya.
“Kenapa kau menangis nak?, bukankah cinta itu adalah kebahagian” tanya ibunya.
“Bu, aku sangat mencintai Safa. Saat pertama kali melihatnya, cinta itu telah ada dalam hatiku. Bu, aku menginginkan dia bahagia” jawab Rafa dengan suara lesu.
“Kaulah kebahagiannya dan kau yang telah mengajarkan senyuman kepadanya” ibunya berkata sambil mengelus-ngelus kepala Rafa.
“Tidak Bu, aku bukanlah kebahagiannya” kata Rafa.
“Nak, mengapa kau berkata demikian?” tanya ibunya.
“Bu, aku mengidap penyakit kanker jantung. Ibu ingat setiap sebualan sekali pada hari senin sampai selasa aku selalu berpamitan kepada ibu untuk pulang ke kampung halamanku. Aku bohong bu, setiap sebulan sekali aku harus periksa keadaanku. Terakhir aku memeriksanya keadaanku semakin buruk bu dan hari senin ini aku harus menginap di rumah sakit untuk perawatan intensif selama satu bulan. Bu, aku tidak ingin Safa menderita bila aku telah meninggal nanti. Aku ingin dia bahagia, lebih baik dia membenci ku daripada menderita seumur hidupnya. Bu, jangan katakan hal ini kepada orang lain terutama Safa dan sampaikan kepada Safa serta keluarganya bahwa kepergianku selama satu bulan nanti karena pulang kekampung halaman untuk bertunangan dengan kekasihku di sana. Aku yakin bu, saat dia mendengar kabar jika aku telah bertunangan mungkin dia akan melupakan cintanya. Bu aku ingin dia bahagia” cerita panjang Rafa sambil menangis kepada ibunya.

Air mata terus mengalir dipipi ibunya dan tangisan histeris pun tidak terelakkan. Telah tiba waktunya untuk Rafa menginap di rumah sakit dan menjalani perawatan intensif selama satu bulan. Rafa berangkat dari rumah ibunya dan juga berpamitan pada keluarga Safa. Saat Safa telah pulang dari kampus pada hari tersebut, dia mencari Rafa kesana kemari lalu bertanya kepada ibunya “Abang Rafa kemana bu? Dia tidak ada dimana-mana aku sudah lelah mencarinya”. “Rafa telah pulang ke kampung halamannya tadi pagi, katanya dia pulang untuk bertunangan dengan kekasihnya dan bulan depan dia baru balik kemari” jawab ibunya Safa. Kesedihan dan kekecewaan mulai merasuk pikiran Safa, perasaannya seakan hancur dan terjatuh seperti tetesan air matanya. Di dalam kamar ia mengurung diri dan menangisi kepedihan hatinya. Hari-hari dengan wajah murung dilalui oleh Safa hingga Iman datang dan menghiburnya. Safa menceritakan kesedihannya kepada Iman, dia sangat mencintai Rafa namun Rafa telah bertunangan dengan orang lain. Seketika Iman berjatuhan air matanya,dia sedih jika cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Orang yang selama ini ia cintai ternyata mencintai orang lain. Iman terus menghibur Safa sambil membuat dirinya tegar. Kesedihan terus mengarungi hari-hari Safa dan Iman.
Satu bulan kemudian, Rafa telah pulang dari rumah sakit dan orang pertama yang ingin dijumpainya adalah Safa. Safa yang telah kecewa berat dan ia tidak menghiraukan kedatangan Rafa ke rumahnya. Sejak hari itu sampai dengan sekarang ini, Safa yang telah lulus dari kuliahnya dan juga telah bekerja, ia tidak lagi peduli dengan Rafa. Jauh dilubuk hati terdalam, Safa masih sangat mencintai Rafa namun kebencian telah menutup hatinya. Setiap malam di dalam kamarnya, Rafa terus menangis untuk menepis kepedihan hidupnya. Rafa menginginkan kebahagian selalu ada untuk Safa, dan ia pun tau jika Iman juga tulus mencintai Safa. Rafa berencana untuk menyatukan Iman dengan Safa agar Safa bisa melupakannya dan bila ia telah meninggal nanti Safa telah memiliki seseorang yang selalu memberikan senyum untuknya. Sampai saat ini, tidak seorangpun tau tentang penyakitnya kecuali ibunya. 

Rafa mulai menjalankan rencananya dan dalam waktu tiga bulan, ia telah berhasil membuat mereka berpacaran. Safa yang masih membenci Rafa dan tetap tidak peduli dengannya. Rafa hanya tersenyum saat Safa selalu berpaling darinya bila mereka berjumpa. Rafa berkata dalam hatinya “Aku sangat mencintaimu Safa, aku ingin engkau bahagia dan Imanlah yang akan membahagiakanmu”. Waktu yang terus berjalan sampai akhirnya, Rafa berhasil membuat Iman untuk berani melamar Safa. Proses lamaran pun berjalan lancar hingga berujung kepada pernikahan, Safa masih tidak mau bicara dengan Rafa. Saat perayaan perkawinan Iman dan Safa, Rafa mendatangi mereka dan memberikan selamat. 

Ibunya yang menemaninya berjalan pulang setelah mengucapkan kata selamat kepada Safa dan Iman. Sesampainya di pintu rumah Rafa terjatuh pingsan, ibunya segara membawakannya ke rumah sakit. Dokter mengatakan “jika terjadinya penyumbatan aliran darah pada jantung Rafa dan telah terjadi pembengkakan pada cincin jantungnya”. Hidup Rafa hanya satu hari lagi dan penyakit yang dideritanya telah menggerogoti cinta dalam hidupnya.

Malamnya Rafa tersadar dan ia meminta kepada ibunya untuk memberikan surat yang ada di bawah bantal tidurnya di rumah kepada Safa. Tubuh yang lelah dan rasa sakit yang terpaku membuat Rafa tertidur kembali. Pagi telah tiba, Ibunya membangunkan Rafa dari tidurnya dan ternyata Rafa telah meninggal dunia. Pesan Rafa semalam segera dilakukan oleh ibunya. Surat tersebut langsung diserahkan kepada Safa. Saat Safa membuka surat dari Rafa dan membacanya, air matanya berjatuhan dan tak terhentikan. Dalam surat tersebut Rafa mengatakan jika ia sangat mencintai Safa dan menginginkan dia bahagia. Rafa tidak mau ada kesedihan yang menemani hari-harinya Safa, karena akhirnya nanti Rafa harus pergi dan tidak kembali untuk selama-lamanya. Tangisan histeris mengisi ruang tamu rumah Safa, ibunya dan neneknya sangat terkejut mendengar kabar tentang Rafa yang telah meninggal. Rafa begitu mencintai Safa hingga ia mencarikan kebahagian untuk Safa dan rela dibenci oleh Safa karena keinginannya itu. Mencintai menurut Rafa adalah memberikan kebahagiaan untuk orang yang disayang, menjaga perasaannya, melindunginya dan menghapus lukanya.


--o0o--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar