Berikut ini adalah cerpen mengharukan karya rekan saya Muhammad Razannur, seorang sarjana pertanian lulusan Universitas Almuslim Bireuen - Aceh yang mulai menemukan jati dirinya melalui karya sastra baik puisi, cerpen, maupun kata-kata motivasi. Selamat membaca dan menikmati karya beliau, kritik dan saran dapat langsung di posting di kolom komentar dibawah ini.
--o0o--
Dia adalah pemuda
sebatang kara, hidupnya penuh dengan derai air mata hingga senyuman menjadi
pelipu laranya. Dalam perjalanannya mencari kerja di sebuah kota, dia bertemu
dengan satu keluarga yang tidak ada senyuman maupun canda. Ketika dia tau
ternyata dalam keluarga tersebut, seorang istri yang ditinggalkan suaminya, dua
orang anak perempuan yang ditinggalkan oleh ayahnya dan seorang ibu yang
ditinggal pergi anaknya. Keluraga tersebut kelam dalam air mata, tanpa tawa
yang mengisi hari-hari mereka. Pemuda tersebut bernama Rafa dan ia bertemu
dengan seorang wanita tua yang juga sebatang kara. Wanita tersebut adalah
tetangga dari keluarga yang tak punya lagi imamnya. Rafa mulai merasakan cinta
dari seorang ibu yang selama ini belum pernah dicicipinya dan mereka berdua
hidup bahagia.
Rafa bekerja pada sebuah restoran yang pemiliknya kini menganggapnya seorang
anak. Kebaikan dan kejujuran yang Rafa berikan telah membawa kebahagian
untuknya. Setiap hari sabtu dan minggu dia libur kerja dan duduk di rumah
menemani ibu angkatnya. Melihat tetangganya yang selalu ribut dan bertengkar
setiap harinya. Suara anak kecil menangis sampai suara seorang nenek yang
memarahi menantunya. Di teras kamarnya Rafa melihat seorang gadis sedang duduk
di samping jendela sambil menatap ke arah jalan. Wajahnya yang kusut dan air
mata yang terus berjatuhan. Gadis tersebut bernama Safa, dia adalah seorang
mahasiswi di perguruan tinggi di kota tersebut. Safa adalah sosok anak manja
dan ceria namun semua itu berubah ketika ayahnya pergi tanpa kabar dan tak
kembali sampai sekarang. Rafa terus terbayang-bayang dengan gadis yang memiliki
lesung pipi di wajahnya hingga siang dan malam dia memikirkannya. Suatu ketika
Rafa mencoba bertamu ke rumah tersebut dan dia pun di sambut manis oleh ibu
dari gadis yang berlesung pipi itu.
Bulan demi bulan telah berlalu, Ibu angkat Rafa dan juga Rafa dengan
tetangganya telah menjadi sebuah keluarga baru. Hari-hari bahagia mengisi
keluarga tersebut, canda dan tawa mewarnai ruang-ruang di rumahnya Safa.
Terkecuali Safa, dia tetap menjadi gadis pendiam dan jarang berbicara. Safa
memiliki seorang sahabat yang bernama Iman, mereka selalu bersama terutama saat
di Kampus. Iman adalah seorang anak dari keluarga yang kaya. Mereka berteman
sudah sangat lama dan Iman menyimpan perasaan kepada Safa namun dia tidak ingin
merusak persahabatannya. Rafa yang telah menjadi bagian dari keluarga Safa,
seakan dia menjadi anak laki-laki dari keluarga tersebut. Kebahagian demi
kebahagian terus dia lukiskan untuk keluarga tersebut dan juga kepada ibu
angkatnya. Rafa merasakan adanya kesedihan mendalam yang disimpan oleh Safa.
Rafa tak pernah melihat adanya senyuman dari wajahnya Safa hingga Rafa datang
dan mengganggunya. Saat itulah bermula kedekatan mereka. Rafa selalu menemani
Safa saat ia berada di rumah, mereka sudah seperti adik dan abang. Kebahagian
terus-menerus ditawarkan oleh Rafa hingga Safa tersenyum juga.
Sejak hari tersebut, Safa selalu tersenyum ceria dan ia merasakan adanya kenyamanan
dari pemuda yang telah memberikan pelangi untuk keluarganya. Safa mulai
mengaguminya dan diam-diam mencintainya. Waktu terus berjalan dan kebahagian
pun terus berdatangan. Akhirnya Rafa sadar jika Safa mencintainya namun gadis
tersebut tidak mengetahui jika Rafa telah telah menyadarinya. Air mata Rafa
berjatuhan saat cinta tulus hadir dalam hidupnya. Rafa tidak pernah
memperlihatkan atau menceritakan kesedihannya kepada orang lain. Rafa terus
memberikan kebahagian untuk orang lain dan dia mengubah duka menjadi senyuman.
Rafa mulai menceritakan pada ibu angkatnya tentang Safa yang mencintainya. Air
mata membasahi pipi Rafa saat ia bercerita tentang Safa kepada ibunya.
“Kenapa kau menangis
nak?, bukankah cinta itu adalah kebahagian” tanya ibunya.
“Bu, aku sangat
mencintai Safa. Saat pertama kali melihatnya, cinta itu telah ada dalam hatiku.
Bu, aku menginginkan dia bahagia” jawab Rafa dengan suara lesu.
“Kaulah kebahagiannya
dan kau yang telah mengajarkan senyuman kepadanya” ibunya berkata sambil
mengelus-ngelus kepala Rafa.
“Tidak Bu, aku
bukanlah kebahagiannya” kata Rafa.
“Nak, mengapa kau
berkata demikian?” tanya ibunya.
“Bu, aku mengidap
penyakit kanker jantung. Ibu ingat setiap sebualan sekali pada hari senin
sampai selasa aku selalu berpamitan kepada ibu untuk pulang ke kampung
halamanku. Aku bohong bu, setiap sebulan sekali aku harus periksa keadaanku.
Terakhir aku memeriksanya keadaanku semakin buruk bu dan hari senin ini aku
harus menginap di rumah sakit untuk perawatan intensif selama satu bulan. Bu,
aku tidak ingin Safa menderita bila aku telah meninggal nanti. Aku ingin dia
bahagia, lebih baik dia membenci ku daripada menderita seumur hidupnya. Bu,
jangan katakan hal ini kepada orang lain terutama Safa dan sampaikan kepada
Safa serta keluarganya bahwa kepergianku selama satu bulan nanti karena pulang
kekampung halaman untuk bertunangan dengan kekasihku di sana. Aku yakin bu,
saat dia mendengar kabar jika aku telah bertunangan mungkin dia akan melupakan
cintanya. Bu aku ingin dia bahagia” cerita panjang Rafa sambil menangis kepada
ibunya.
Air mata terus
mengalir dipipi ibunya dan tangisan histeris pun tidak terelakkan. Telah tiba
waktunya untuk Rafa menginap di rumah sakit dan menjalani perawatan intensif
selama satu bulan. Rafa berangkat dari rumah ibunya dan juga berpamitan pada
keluarga Safa. Saat Safa telah pulang dari kampus pada hari tersebut, dia
mencari Rafa kesana kemari lalu bertanya kepada ibunya “Abang Rafa kemana bu?
Dia tidak ada dimana-mana aku sudah lelah mencarinya”. “Rafa telah pulang ke
kampung halamannya tadi pagi, katanya dia pulang untuk bertunangan dengan
kekasihnya dan bulan depan dia baru balik kemari” jawab ibunya Safa. Kesedihan
dan kekecewaan mulai merasuk pikiran Safa, perasaannya seakan hancur dan
terjatuh seperti tetesan air matanya. Di dalam kamar ia mengurung diri dan
menangisi kepedihan hatinya. Hari-hari dengan wajah murung dilalui oleh Safa
hingga Iman datang dan menghiburnya. Safa menceritakan kesedihannya kepada
Iman, dia sangat mencintai Rafa namun Rafa telah bertunangan dengan orang lain.
Seketika Iman berjatuhan air matanya,dia sedih jika cintanya hanya bertepuk
sebelah tangan. Orang yang selama ini ia cintai ternyata mencintai orang lain.
Iman terus menghibur Safa sambil membuat dirinya tegar. Kesedihan terus mengarungi
hari-hari Safa dan Iman.
Satu bulan kemudian, Rafa telah pulang dari rumah sakit dan orang pertama yang
ingin dijumpainya adalah Safa. Safa yang telah kecewa berat dan ia tidak
menghiraukan kedatangan Rafa ke rumahnya. Sejak hari itu sampai dengan sekarang
ini, Safa yang telah lulus dari kuliahnya dan juga telah bekerja, ia tidak lagi
peduli dengan Rafa. Jauh dilubuk hati terdalam, Safa masih sangat mencintai
Rafa namun kebencian telah menutup hatinya. Setiap malam di dalam kamarnya,
Rafa terus menangis untuk menepis kepedihan hidupnya. Rafa menginginkan
kebahagian selalu ada untuk Safa, dan ia pun tau jika Iman juga tulus mencintai
Safa. Rafa berencana untuk menyatukan Iman dengan Safa agar Safa bisa
melupakannya dan bila ia telah meninggal nanti Safa telah memiliki seseorang
yang selalu memberikan senyum untuknya. Sampai saat ini, tidak seorangpun tau
tentang penyakitnya kecuali ibunya.
Rafa mulai menjalankan rencananya dan dalam
waktu tiga bulan, ia telah berhasil membuat mereka berpacaran. Safa yang masih
membenci Rafa dan tetap tidak peduli dengannya. Rafa hanya tersenyum saat Safa
selalu berpaling darinya bila mereka berjumpa. Rafa berkata dalam hatinya “Aku
sangat mencintaimu Safa, aku ingin engkau bahagia dan Imanlah yang akan
membahagiakanmu”. Waktu yang terus berjalan sampai akhirnya, Rafa berhasil
membuat Iman untuk berani melamar Safa. Proses lamaran pun berjalan lancar
hingga berujung kepada pernikahan, Safa masih tidak mau bicara dengan Rafa.
Saat perayaan perkawinan Iman dan Safa, Rafa mendatangi mereka dan memberikan
selamat.
Ibunya yang menemaninya berjalan pulang setelah mengucapkan kata
selamat kepada Safa dan Iman. Sesampainya di pintu rumah Rafa terjatuh pingsan,
ibunya segara membawakannya ke rumah sakit. Dokter mengatakan “jika terjadinya
penyumbatan aliran darah pada jantung Rafa dan telah terjadi pembengkakan pada
cincin jantungnya”. Hidup Rafa hanya satu hari lagi dan penyakit yang
dideritanya telah menggerogoti cinta dalam hidupnya.
Malamnya Rafa tersadar dan ia meminta kepada ibunya untuk memberikan surat yang
ada di bawah bantal tidurnya di rumah kepada Safa. Tubuh yang lelah dan rasa
sakit yang terpaku membuat Rafa tertidur kembali. Pagi telah tiba, Ibunya
membangunkan Rafa dari tidurnya dan ternyata Rafa telah meninggal dunia. Pesan
Rafa semalam segera dilakukan oleh ibunya. Surat tersebut langsung diserahkan
kepada Safa. Saat Safa membuka surat dari Rafa dan membacanya, air matanya
berjatuhan dan tak terhentikan. Dalam surat tersebut Rafa mengatakan jika ia
sangat mencintai Safa dan menginginkan dia bahagia. Rafa tidak mau ada
kesedihan yang menemani hari-harinya Safa, karena akhirnya nanti Rafa harus
pergi dan tidak kembali untuk selama-lamanya. Tangisan histeris mengisi ruang
tamu rumah Safa, ibunya dan neneknya sangat terkejut mendengar kabar tentang
Rafa yang telah meninggal. Rafa begitu mencintai Safa hingga ia mencarikan
kebahagian untuk Safa dan rela dibenci oleh Safa karena keinginannya itu.
Mencintai menurut Rafa adalah memberikan kebahagiaan untuk orang yang disayang,
menjaga perasaannya, melindunginya dan menghapus lukanya.
--o0o--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar