SERINGKALI pegiat cinta yang tulus dihadapkan pada pilihan sulit. Saat menawarkan diri untuk menikah dengan harapan bisa menyempurnakan separuh agama, namun kecintaannya menolak untuk dijadikan karib rumah tangga. Alasan yang umum diujarkan masih belum siap lahir-batin, karena merasa terlalu banyak kekurangan dalam dirinya.
Saat seseorang yang kau cinta mengujarkan, “Aku terlalu banyak kekurangan.” Katakanlah padanya, “Justru itulah alasanku mencintaimu, karena akan menjadikanku berusaha melebihkan segala sesuatu yang belum dirimu miliki saat ini.”
Pada prinsipnya semakin banyak kekurangan dalam diri pasangan, maka semakin besar kemungkinkan berguna baginya saat berumah tangga. Bukankah berdayaguna secara maksimal untuk seseorang yang dicinta merupakan tujuan yang ingin dicapai seorang pegiat cinta sejati. Sehingga, pemunculan pernyataan demikian justru harus menjadi motivasi yang menyaran maksud semakin banyak kekurangannya semakin besar keyakinan untuk mendampinginya sebagai karib rumah tangga. Harapannya, apa yang belum dimilikinya bisa dipenuhi dengan sepenuh tanggung jawab.
Pendampingan cinta terbaik hanya bisa dilakukan sedekat mungkin, dan tak ada kedekatan yang lebih tinggi derajatnya selain menyatukan dua hati dalam pernikahan. Apabila sudah menikah dimungkinkan untuk melakukan perbuatan yang bukan sekadar setengah-setengah karena sudah ada sebentuk pertangggungjawaban kepada Allah.
Menikah itu ibadah, bila menjadikan pernikahan sebagai permainan jelas sebuah kecerobohan. Untuk itulah, jangan pernah menawarkan cinta bila belum sebenar yakin lahir-batin untuk membina mahligai rumah tangga. Sesungguhnya kesanggupan kerja akhlak dan tindak mesti dibangunkokohkan dalam perbuatan, termasuk dalam perkara cinta. Atas dasar itulah, pondasinya harus benar-benar kuat yakni syiar agama melalui pernikahan agar bisa mencipta keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah serta mencetak pewaris-pewaris semesta yang tangguh di takwa dan santun di jiwa.
Demikianlah, saat memberanikan diri mengujarkan kesediaan melebihkan sesuatu yang belum dimiliki seseorang yang berniat dinikahi, pada saat itu kita sudah mulai berdoa semoga Allah juga berkenan membuka pintu rezeki-Nya. Hal ini dasarkan pada keberanian kita untuk membebaskan diri dari tipudaya zina akibat perangkap syahwat Iblis durjana dan Insya Allah keberanian itu bernilai kebaikan.
Sedangkan Allah telah berfirman dalam Qur’an Surah Al-Zalzalah [99]: 1-8 yang artinya “…Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya…” sehingga bermohon keberkahan menjadi pilihan bijaksana yang patut diujarkan pada saat menawarkan diri untuk mengajak seseorang yang dicinta menjadi pasangan hidup. Menikahlah, kemudian bersatu padulah bersama pasangamu untuk meyakinkan-Nya bahwa kalian betul-betul murni memuliakan cinta sebagai sarana menyempurnakan separuh agama. Percayalah rezeki akan dibuka oleh-Nya.
Sebagaimana yang telah dijanjikan Allah Ta’ala dalam Qur’an Surah an-Nur [24]: 32 yang artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Semoga kutipan dari sumber di
atas bisa menjadi referensi bagi kita yang akan melanggeng kejenjang
pernikahan, jadikan semua niat yang ada semata-mata untuk mencari ridha Allah
SWT. Mari semangat mengejar cinta karena Allah.. Bismillah :)
Semoga kutipan dari sumber di
atas bisa menjadi referensi bagi kita yang akan melanggeng kejenjang
pernikahan, jadikan semua niat yang ada semata-mata untuk mencari ridha Allah
SWT. Mari semangat mengejar cinta karena Allah.. Bismillah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar